Belajar way of thinking Karo (1)
Erendi-enta
bah Indonesia: endi = beri, memberikan, menawarkan;
enta = meminta; awalan er = awalan ber
‘Erendi-enta’ adalah pernyataan satu proses kehidupan Karo antara sikap atau sifat dalam kejadian memberi sesuatu kepada seseorang dan juga meminta atau menerima sesuatu. Bahwa kata ‘endi’ terletak didepan, merupakan pernyataan way of thinking Karo dalam mendahulukan ‘pemberian’ sebelum ‘penerimaan’.
Dalam praktek sering dikatakan sekiranya pemberian itu tidak ditanggapi sebagaimana mestinya dalam sopan-santun kehidupan atau tidak ditanggapi seperti yang diharapkan maka dikatakan ‘Dibata nge pagi simbalassa’, artinya Tuhanlah nanti yang akan membalasnya.
Dalam hati orang Karo, pemberian yang tidak ‘berbalas’ ini melekat lebih lama dibandingkan dengan kultur lain yang ‘pagi hari berkelahi, sore hari sudah berteman lagi’. Dan mungkin juga itulah salah satu sebabnya maka sering juga dikatakan orang Karo ‘pendendam’, karena hati yang tersimpan seperti ini sering memang bisa dibaca oleh kebanyakan orang.
Kejadian seperti ini biasa ikatakan orang Karo dengan istilah ‘sangkut ukur’ (sakit hati). Tetapi sama sekali bukan berarti akan membalas dendam, karena ‘simpanan’ ini akan hilang juga, hanya butuh waktu lebih lama. Perlu juga ditambahkan bahwa sifat ini adalah umum terutama bagi kultur atau etnis-etnis introvert (dalam konteks extraversi-introversi typology Jung).
Karena orang introversi reflect more and talk less, sebaliknya mereka selalu better at reflective problem solving. Berkebalikan dengan sifat-sifat orang extravert yang ‘talk more reflect less’.
Banyak sekali memang persoalan bisa diselesaikan dengan ngomong atau diskusi, dan orang Karo modern sudah melihat kekurangan ini dengan menggunakan kelebihannya reflect more, selalu berusaha ‘ngerana’ artinya ngomong.
Belajar way of thinking Karo (2)
“sikuningen radu mengersing, siagengen radu mbiring”
sikuningen = saling menggosok dengan param
siagengen = saling menggosok dengan arang
radu megersing = sama-sama menjadi kuning (putih, bersih)
radu mbiring = sama-sama menjadi hitam (kotor)
Radu megersing atau radu mbiring
Dalam pelajaran yang lalu ‘erendi-enta’ juga terlihat jelas dialektika Karo, dua kata saling bertentangan dalam dua proses yang berlawanan juga. Yang satu memberi (endi) dan satunya meminta (enta), lih milis: Feb 24, 2011,1:05 pm. Sama halnya dalam pelajaran (2) ini juga terlihat jelas dua hal atau dua proses yang saling bertentangan dalam dialektika pikiran Karo. Saling membaikkan akan sama-sama jadi bersih atau saling menghitamkan akan sama-sama jadi kotor. Itulah pepatah atau nasihat orang-orang tua kuno Karo kepada anak-anaknya atau keturunannya, dan sampai sekarang terus hidup secara lisan dalam kehidupan sosial masyarakat Karo dan dalam cara berpikir manusia Karo.
Radu megersing, dalam kejujuran Karo lebih didahulukan daripada radu mbiring atau saling menjelekkan. Tetapi dua kekuatan itu tetap ada, kekuatan yang mendorong orang saling membaikkan atau kekuatan satunya yang saling menghancurka. Dua kekuatan bertentangan dalam dialektika pikiran Karo, sama halnya dalam dialektika kuno Tao, it gives birth to both good and evil. Dan Karo punya pilihan, menang bersama atau kalah bersama. Dari sini terlihat bahwa Karo tidak menganggap kehidupan sebagai perlombaan untuk mencapai kemenangan sepihak, tetapi mengutamakan kemenangan bersama atau keharmonisan, sesuai juga seperti didalam sangkep nggeluh Karo.
Sifat dan kharakter begini sudah jadi pembawaan dibawah sadar. Kalau kita meneliti asal usul dan perkembangannya tentu karena Karo adalah manusia alam, hidup dan berkembang dengan alam sekeliling tanpa kultur lain selain Karo, artinya tanpa persaingan dalam diversity. Sifat single fighter juga berasal dari pertentangan dengan alam, dan alam tidak mempunyai sifat bertanding atau berlomba. Sifat-sifat ini sekarang jadi sangat vulnerable bagi Karo dalam menghadapi bermacam-macam etnis/kultur (ethnicgroups self-assertion and struggling for power) terutama jika berhadapan dengan etnis/kultur yang menganggap kehidupan sebagai perlombaan. Perlombaan dengan alam atau melawan penjajahan sudah pasti Karo menang. Tetapi perlombaan dalam diversity kultur (ethnicgroups self-assertion dan power struggle) Karo sangat vulnerable.
Kita melihat bagaimana kedudukan Karo di Sumtim sebagai daerah leluhurnya sendiri semakin terdesak dan jauh dari kekuasaan terutama di era Orba. Tetapi setelah reformasi dan era internet, Karo banyak melihat dan banyak bikin perubahan, terlihat dari pandangannya terhadap kulturnya, daerahnya dan juga Karo power tak bisa lagi diremehkan. Emaka “Ula lampassa simasuki Zona Aman” (JRG). Bagepe “Ulanai melemuksa. Bujur saja lanai banci jadi modal genduari. Harus pang masuk gelanggang” janah “harus ditunjang dengan kecakapan komunikasi yang handal sehingga orang membuka mata dan telinganya kepada kita (Karo)” (RGM).
Bahwa sikuningen radu megersing adalah pandangan hidup yang universal tidak perlu ada keraguan. Kebenaran dalam kalimat itu adalah abadi, akan berlaku segala zaman dan diterima semua manusia. Begitu juga sebaliknya siagengen radu mbiring adalah universal.
Catatan: Ditulis oleh MU Ginting, Aktivis Karo di Dunia Maya
Sumber: http://groups.yahoo.com/group/komunitaskaro
Informasinya menarik sekali ya bang
Sedang pedekate dengan perempuan Karo,
saya harap dapat terus menggali lebih banyak lagi informasi tentang Karo dari blog ini.
Terima kasih, mejuah-juah!