Dari Jong Sumatera ke Jong Batak menuju Jong Karo

mejuah-juah

Mejuah-juah adalah salam khas Suku Karo dengan latar Monumen Guru Patimpus Sembiring Pelawi, Pendiri Kota Medan

“Tiada satu pun di antara kedua pihak berhak mencaci maki pihak lainnya oleh karena dengan demikian berarti bahwa kita menghormati jiwa suatu bangsa yang sedang menunjukkan sikapnya.” Demikianlah pernyataan Sanusi Pane tentang akan dibentuknya perhimpunan pemuda-pemuda Batak yang kemudian disepakati bernama “Jong Bataks Bond.”

Pernyataan itu bersumber dari Nationalisme, Jong Batak, (Januari, 1926). Dalam naskah itu, Sanusi Pane menyampaikan gagasannya bahwa perhimpunan bagi pemuda-pemuda Batak bukan berarti upaya pembongkaran terhadap de Jong Sumateranen Bond (JSB). Tetapi sebaliknya, menumbuhkan persaudaraan dan persatuan orang-orang Sumatera. Karena itu, Sanusi Pane mengingatkan agar tak ada caci maki antara kedua belah pihak. Semua harus saling menghargai dan menghormati sebagai sesama bangsa, lebih-lebih sebagai sesama Sumatera.

Dan perhimpunan Jong Bataks Bond bukanlah “perhimpunan tandingan” terhadap JSB. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa disamping sentimen nasionalis, motif-motif duniawi lebih memainkan peranan dalam usha mendirikan perhimpunan yang khas Batak, yaitu jengkel dengan keadaan Jong Sumateranen Bond yang selama beberapa tahun berada dalam keadaan limbung, dan menolak dominasi Minangkabau. Ada “suasana menekan” di dalam perhimpunan itu, ada “sikap menahan diri” antara sesama anggota klub (Aminoedin Pohan, JB, 1926).

Namun, sebagaimana yang dikatakan Sanusi pane, berdirinya perhimpunan pemuda-pemuda Batak lebih pada tumbuhnya persatuan yang lebih besar di antara orang-orang Sumatera. “Sekali memilih dalil bahwa kekuatan suatu bangsa sebagian terdapat dalam kebudayaannya maka dengan berpikir secara konsekuen kami telah sampai kepada kesimpulan bahwa suatu Jong Bataks Bond mempunyai hak untuk berdiri.” Demikianlah Sanusi Pane menegaskan.

Selanjutnya, ia tak lupa mengingatkan kepada pemuda-pemuda Batak ihwal komitmen dasar dalam sebuah perhimpunan: “Jika kita ingin agar perhimpunan ini berumur panjang, maka jangan sekali-kali kita memasuki perhimpunan ini dengan pertanyaan keuntungan apakah yang akan kita peroleh, melainkan dengan pertanyaan apakah yang dapat kita berikan. Janganlah kepentingan kita sendiri menjadi pendorong kita untuk menjadi anggota, melainkan rasa cinta terhadap rakyat Batak, yang menantikan tuan-tuan sebagai anak-anaknya dan cinta terhadap cita-cita Pemuda Sumatera.”

***

Ketika kita berbicara Karo Bukan Batak (KBB), kenapa ada pula suara-suara saudara kita dari kalangan Batak itu, bahwa orang Karo khususnya para penggiat KBB telah mengingkari keberadaan Jong Bataks Bond, dimana orang Karo juga dianggap sebagai bagian dari Jong Batak selama ini? Menelisik pernyataan Sanusi Pane sebagai salah satu pendiri Jong Bataks Bond diatas, maka terkait keberadaan KBB selama ini, seharusnya tidak ada lagi saling caci maki antara Karo maupun Batak, sebab KBB sendiri adalah bagian dari persatuan yang lebih besar di antara orang-orang Karo yang notebene adalah bagian dari Sumatera.

About karobukanbatak

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
This entry was posted in Sejarah and tagged , . Bookmark the permalink.

1 Response to Dari Jong Sumatera ke Jong Batak menuju Jong Karo

  1. Glori Sembiring says:

    Betulll

Leave a comment