Asal Usul Suku Karo

Menurut sumber yang kami temukan, pada zaman dahulu kala ada seorang maharaja yang sangat kaya, sakti dan berwibawa. Dia tinggal di sebuah negeri bersama permaisuri dan putra-putrinya, yang jauh sekali di seberang lautan. Dia mempunyai seorang panglima perang yang sangat sakti, berwibawa dan disegani semua orang. Nama panglima itu ialah Karo keturunan India.

Pada suatu ketika, maharaja ingin pergi dari negerinya untuk mencari tempat yang baru dan mendirikan kerajaan baru. Ia mengumpulkan semua pasukannya dan menganjurkan semuanya untuk bersiap-siap untuk berangkat ke negeri seberang. Ia juga mengajak putrinya Si Miansari untuk ikut merantau. Miansari sangat senang mendengar berita itu, karena ia sedang jatuh cinta kepada panglima perang tersebut. Akhirnya maharaja membagi kelompok dan Miansari memilih untuk bergabung dengan panglima perang. Mereka mulai berlayar menyeberangi lautan dengan rakit yang mereka buat sendiri.

Demikianlah mereka mulai berlayar dan mereka tiba si sebuah pulau yang bernama Pulau Pinang. Mereka tinggal di tempat itu untuk beberapa bulan. Dan mereka berburu untuk mencari makanan mereka. Suatu hari maharaja memandang ke sebelah selatan dan melihat suatu pulau yang lebih luas dan lebih hijau lagi. Ia berniat untuk menyeberang ke sana. Sore harinya ia mengumumkan kepada rakyatnya agar bersiap-siap untuk berlayar ke seberang.

Dalam perjalanan di tengah laut, mereka mengalami suatu musibah yang sangat dahsyat, yaitu angin ribut dan ombak yang sangat besar, sehingga mereka tercerai berai. Mereka sangat ketakutan dan beranggapan bahwa ajal mereka akan segera tiba. Tak disangka-sangka Miansari beserta panglima dan rombongannya terdampar di sebuah pulau yang tidak mereka kenal tetapi maharaja dan rombongannya yang tidak tahu di mana keberadaannya. Dengan demikian Panglima dan Miansari sepakat untuk melarikan diri dan menikah. Mereka berangkat dan membawa dua orang dayang-dayang dan tiga orang pengawal. Mereka mengikuti aliran sungai dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.

Dan tiba di suatu tempat. Mereka tinggal di tempat itu beberapa bulan lamanya.
Di pulau itu mereka hidup penuh dengan kebebasan. Pada waktu itu terjadilah peristiwa yang sangat penting, yakni panglima dan Miansari menikah disaksikan oleh dayang-dayang dan pengawal mereka. Setelah itu mereka mulai lagi melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Mereka memasuki sebuah pulau yang tidak begitu jauh dari tempat mereka, yakni pulau Perca (Sumatra), dan tempat itu sekarang bernama Belawan.

Dari tempat itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai menuju pedalaman. Dan tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang disebut Durin Tani. Di sana terdapat sebuah gua yakni gua Umang . Di dalam gua itulah mereka beristirahat untuk beberapa hari sebelum mencari tempat yang lebih aman. Karena mereka menganggap tempat itu belum begitu aman maka mereka memutuskan untuk mencari kembali tempat yang lebih aman. Mereka menelusuri hutan dan mengikuti aliran sungai menuju daerah pegunungan.

Setelah beberapa hari lamanya mereka berada dan berjalan di tengah hutan belantara dan mereka melewati beberapa tempat yang bernama Buluhawar, Bukum, maka tibalah mereka di suatu tempat di kaki gunung. Dan tempat itu diberi nama Sikeben berdekatan dengan Bandarbaru. Mereka tinggal di situ beberapa bulan lamanya. Namun karena Si Karo melihat bahwa masih ada tempat yang lebih indah dari pada tempat itu, ia memutuskan agar mereka kembali berjalan menelusuri hutan. Akhirnya mereka tiba di kaki gunung Barus. Dan melanjutkan perjalanan ke gunung Barus tersebut. Mereka sangat senang melihat pemandangan yang begitu indah dan sejuk.

Mereka sangat senang dan mereka semua setuju bila mereka tinggal di tempat itu. Tetapi Si Karo kurang setuju dengan permintaan teman-temannya, karena ia melihat bahwa tanah yang ada di tempat itu tidak sama dengan tanah yang ada di negeri mereka. Ia kemudian memutuskan untuk mencari tempat lain. Keesokan harinya mereka beristirahat di bawah sebuah pohon “jabi-jabi” (sejenis beringin). Si Karo mengutus seekor anjing untuk menyeberang sebuah sungai, untuk melihat keadaan. Dan anjing itu kembali dengan selamat. Maka mereka juga menyeberang sungai itu. Mereka menamai sungai itu Lau Biang, dan pada saat ini sungai ini masih ada.

Beberapa hari kemudian tibalah mereka di suatu tempat, dan tanah yang terdapat di tempat itu juga memiliki kemiripan dengan tanah yang ada di negeri mereka. Mereka sangat bergembira, dan bersorak-sorai. Daerah tempat mereka tinggal itu bernama Mulawari yang berseberangan dengan si Capah yang sekarang Seberaya. Dengan demikian si Karo dan rombongannya adalah pendiri kampung di dataran tinggi, yang sekarang bernama dataran tinggi Karo ( Tanah Karo).

Pertama-tama mereka membangun rumah mereka dari kayu yang ada di tempat itu, beratapkan alang-alang, dan dindingnya berasal dari pohon enau. Dan mereka membangun 5 dapur dalam satu rumah. Si Karo mengangkat si Talon menjadi Kalimbubu, dan kedua dayang-dayang itu menjadi anaknya. Dan kedua pengawalnya diangkatnya menjadi menantunya. Dan mereka juga menikah.
Setelah beberapa lama mereka tinggal di tempat itu, si Karo memiliki lima anak. Tetapi semuanya adalah perempuan, dan semuanya sangat cantik, jelita. Beberapa tahun kemudian barulah lahir seorang anak laki-laki. Mereka menamainya Meherga (berharga). Dan dari kata inilah asal kata Marga.

Refrensi: http://tantabangun.wordpress.com/2010/05/23/menilik-nilai-nilai-dalam-rumah-adat-karo-%E2%80%9Csiwaluh-jabu%E2%80%9D/

About karobukanbatak

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
This entry was posted in Sejarah and tagged , , . Bookmark the permalink.

68 Responses to Asal Usul Suku Karo

  1. Ruth Karce says:

    q bangga jadi orang karo

  2. tiganna says:

    aq juga……….

  3. Saya pernah bertanya kepada orang tua bagaimana “asal usulnya karo” dan orang tua itu menjawab asal mulanya karo dari “Batak”
    lalu saya mendengarkanya.Juga saya tanya tentang asal mula marga yang ada di karo.dan orang tua itu menceritakanya,saya hanya mangut-mangut.
    setelah buka internet,saya cari sejarah(asal usul karo) setelah saya baca sungguh sangat berbeda sekali apa yang di ceritakan Orang Tua tersebut.
    tp alangkah baiknya sejarah ini dibuatkan (film,drama)dengan judul “LEGENDA ASAL USUL KARO” supaya keturunan suku karo mengetahuinya.

    • francxaverius keliat says:

      Mantap.tp kalau menurut cerita diatas anak dari si karo 5.tetapi perempuan semua.dan setelah bebeapa tahun baru lahir anaknya lagi yg laki-laki.
      Nah, marga yg 5 di dalam suku karo itu asalnya dari mana saya kurang paham.kalau boleh tolong di jelaskan lagi supaya kita sebagai orang karo tau bagaimana cerita terjadinya/disahkan prtama kali marga karo-karo,ginting,sembiring,perangin-nangin dab tarigan. Terimakasih atas versi cerita asal usul orang karo.

      • sebenarnya orang karo itu berasal dari india,perantau2 india ini ada yg menikah dengan melayu.. itulah orang karo yg ada sekarang.. bujur..

      • mamatigan says:

        sebenarnya asal usul karo itu berasal dari kerajaan rajendra colia dari india tamil(pendek,hitaM)..yang datang melalui barus ke pakpak terus ke taneh karo.. dicampur lagi dengan melayu deli.. itulah orang karo saat ini..

  4. nelis says:

    Sumber tulisan tolong di sertakan sehingga bisa di pertanggung jawabkan.
    Bujur..

    • mamatigan says:

      saya kira suber ini bisa dipertanggungjawabkan.. karena ini sudah hasil penelitian dan pengkajian para pakar2 sejarah.. juga dari tua2 karo sendiri.. bujur.. mejuah juah..

  5. Buktikan Kalau orang karo bisa jadi Seorang pemimpin . . . .
    Seperti panglima Karo . .

  6. bukhori ginting says:

    menarik, tp msh perlu di buktikan secara ilmiah.

  7. Dodhy banditz Medan says:

    pIneM MarGana..

  8. juni says:

    apakahasal usul karo ini hanya satu padahal ada lima marga yang ada di suku karo…..?

  9. Maaf saya bukan orang batak, dan bukan orang karo. Tetapi saya sangat simpati kepada suku batak ataupun masyarakat suku karo. Yang sangat menarik bagi saya adalah sejarah dan cara perjuangan hidup nenek moyang orang karo serta caranya meletakkan dasar-dasar pranata sosial kehidupan untuk anak cucunya seperti adanya marga, sistem kekeluargaan, kerja keras dll
    Makasih, salam Indonesia dariku.

  10. Andri Tarigan Siber says:

    wah, Sejarah Suku Karo kita masih penuh dgn tanda tanya. karena belum ada sumber yg benar benar akurat.

  11. wong karo says:

    Belum ada data yg kuat tentang asal usul suku karo,tapi tetep banga ja jadi orang karo…bujur ras mejuah“ man banta krina

  12. Samudra Maha says:

    Me banci kutambahi si tek ttg sejarah kalak enda. Tp cakap Indonesia kuban gelah teh kalak kerina. Menurut yg sy dengar dr orangtua bahwa orang Karo berasal dr Campa, yaitu bagian dari negeri Kamboja sekarang. Asal muasal Merga (Meherga) Si Lima adalah dari keturunan Panglima Karo dgn Miansari dr anaknya yg bernama Meherga. Meherga mempunyai anak 5 orang yaitu Karo Tua (Tua =Tertua), Sembiring (Mbiring=hitam), Perangin-angin, Tarigan, Ginting. Keturunan ini ada yg melakukan perkawinan dgn penduduk pribumi yang disebut orang dgn si Umang. Mereka tinggal di sekitar Sembahe. Ciri mereka, dimana jempol kaki mereka masih menghadap kebawah. Ini sekedar menambah wawasan kita akan sejarah kalak Karo. Ttg benar tidaknya mmg harus ada penelitian, kajian yg masih terkait dgn budaya kalak Karo sekarang. Bujur ras Mejuah-juah kerina….

  13. Ame says:

    kok jadi seperti dogeng, mana referensinya? Coba cari ” KARO SEPANJANG ZAMAN ” by Brahmana Putro, ( aq rasa ada di perpustakaan USU), berhubung aq tinggal di Jawa, tolonglah diperjelas lg sejarah tsb sehingga bisa jd referensi jg.
    Bujur ras mejuah-juah.

  14. ekaninagita says:

    kebenaran sejarah semua suku di indonesia memang kabur, karena yang ada tinggal cerita kecerita saja, mengenai karo memang yang asli hanya merga karosekali dan lainnya kaum imigran yang berasimiasi dengan kaum karosekali misalnya siwah sada ginting nenek moyang mereka dari klasen( sitinjo ) kelompok sembiring dari india sinulingga dari pakpak tarigan sebagian dari simalungun, pakpak, pinem dari pakpak ( pancur Mebang ) sebayang dari alas dsb`jadi kepada pembaca tolong mana saja merga asli di karo dan merga suku lain yang menjadi karo, seperti merga sembiring maha, ginting seragih, tarigan gersang, sibero, sembiring keloko, peranginangin menjerang, sinurat dsb. bujur.

    • mamatigan says:

      tolonglah jangan diperumit asal orang karo.. suku karo asli itu berasal dari india dan campa kambodia.. jadi gak ada itu dari dari simalungun atau pakpak.. kalo karo ya karolah.. batak ya batak.. orang batak tu asalnya dari samosir.. sedangkan karo berasal dari si karo.. sedangkan sikaro berasal dari india.. buktinya orang karo ada yg beragama hindu.. bujur..

  15. Risma Putra says:

    Penulis buku KARO SEPANJANG ZAMAN katanya adalah Brahmana Putro. Menilik namanya sepertinya bukan orang karo, lalu siapa dia dan dari mana infonya. Mohon penjelasan bagi yang mau membagi buat tambah wawasan. Bujur…., Mejuah-juah kita kerina

    • mamatigan says:

      mungkin dia orang karo pal.. buktinya dia mengerti sejarah karo dan asal usul karo.. itu sudah hasil pengkajian dan penelitian selama bertahun tahun.. bujur..

  16. riski suranta sitepu says:

    Mejuah-juah kita karina

  17. sejarah karo masih panjang untuk dibuktikan kebenarannya seperti suku2 lainnya di nusantara,tapi harus tetap dilakukan upaya untuk lebih memperjelas…

    • mamatigan says:

      marilah kita berupaya keras dan memperjuangkan KBB itu.. dan kita buktikanlah jangan kita hanya mendengar cerita orang lain saja.. mari kita kalak karo berjuang untuk meneliti asal usul orang karo itu.. yg sudah sangat jelas bukan berasal dari kalak teba.. tetapi berasal dari indiacolia.. dan campa kambodia..

  18. Ridwan says:

    Perlu ibahan penelitian lebih lanjut. Adi ibandingken kata kata si nipake ibas hubungen kekerabatan pe, kalak Karo memang lain: Nande, Bapa, mama, mami, turangku, turang misalnya khas untuk kalak Karo. kata kata e seharusna seri paling kurang mirip ras si ipake ibas Batak adi kin Karo bagian Batak.

  19. marlon.gin says:

    mejuah-juah….mengikuti cerita versi diatas,ada pernah kudengar cerita tentang perjalanan melewati sibolangit,sibau langit yg menceritakan mereka menemukan buah durian dan memberi nama sibau langit.

  20. eikhelmanik says:

    snang jdi org karo…
    Pa lgi ber marga ginting..

  21. ginerik says:

    kisah itu fiksi apa non fiksi????

  22. friaadi says:

    tpi kenapa semua marga karo punya kesamaan sub marga dengan batak toba/simalungun?

    mohon pencerahan nya

    • Kami hanya bisa mengatakan bahwa tidak benar bila Anda mengatakan semua merga Karo punya kesamaan dengan sub marga Batak Toba/Simalungun. Adapun beberapa sub merga Karo yang berasal dari Batak Toba/Simalungun adalah umumnya sebagai pendatang (perantau) ke Taneh Karo dan kemudian beralih menjadi bagian dari masyarakat Karo itu sendiri

    • mamatigan says:

      itu kebetulan aja senina.. itu akal akalan dan politik orang batak aja jaman dulunya.. biar bisa mereka memasukkan karo ke dalam batak.. demi tujuan uang dan kekuasaan.. bujur..

  23. batak boy says:

    sebenarnya siapa penulis KARO BUKAN BATAK ini.. jangan2 dia bukan orang karo.. bagi orang karo jangan terlalu cepat percaya kpd sebuah cerita2.. karna anak sayapun bisa menciptakan sebuah cerita asal usul karo..

  24. mamatigan says:

    benar itu lae.. batak boy.. sudah hasil penelitian dan pengkajian para pakar.. dari saya” karo boy..”.. bujur..

  25. panitra says:

    baguslah lw bgto nambah pengalaman pemuda/di khusus y pemuda/di karo bukan batak

  26. m,saleh gurusinga says:

    Pencerahan Yg bgs Mari kita jaga ” Karo For Karo ”
    Saya juga semakin yakin klo karo bkn batak karena banyak perbedaan adat kebiasan hidup sehari2.

  27. Apai kena si tading I kalimantan, tah baci ita sitandan

  28. Reza sinuraya says:

    aku juga bangga jadi orang karo,

  29. untuk lebih jelasnya tunjukin juga dong fakta atau bukti peninggalan si Karo yang dari india tadi, karena untuk keabsahan suatu cerita turun temurun harus disertai dengan fakta atau peninggalan yang bersangkutan, karena Simalin kundang saja yang jelas jelas kita tahu bahwa itu hanyalah sebuah dongeng tapi ada fakta peninggalan yang dapat dilihat sampai hari ini yaitu perahu dan orang bersujud yang terbuat dari batu

  30. Apa yang dipaparkan McKinnon masih dapat dibuktikan keberadaanya pada masyarakat Karo hingga saat ini, diantaranya adalah Merga Silima pada masyarakat Karo dan juga Merga Sembiring (Si Mbiring) pada masyarakat Karo. Adapun keberadaan artefak kuno di Kabupaten Karo dapat ditemukan Palas Rumah Sipitu Ruang di Ajinembah yang diperkirakan sudah berusia ribuan tahun. Keberadaan Palas Rumah Sipitu Ruang di Ajinembah ini hingga saat ini masih bisa dilihat. Untuk info selengkapnya tentang keberadaan Rumah Sipitu Ruang tersebut silahkan klik lamaan berikut http://chirpstory.com/li/210447

    • Wah, itu bukan bukti peninggalan si Karo yang dari india itu, coba simak ya, ini saya sadur dari http://chirpstory.com/li/210447 : Inilah kisah keberadaan Rumah Sipitu Ruang di Ajinembah yang berada di Tanah Karo, seperti yang dikutip dari buku JH Neumann. Buku itu sendiri ditulis kira-kira pada tahun 1910 atau kurang lebih 100 tahun yang lalu

      Cerita mengenai keberadaan Rumah Sipitu Ruang di Ajinembah ini kami sarikan dari kutipan buku JH Neuman

      Berikut adalah beberapa kutipan dari buku JH Neuman mengenai keberadaan Rumah Sipitu Ruang di Ajinembah tersebut:

      1. Di Ajinembah didekat danau Toba berdiamlah seorang Umang yang telah kawin dengan puteri seorang raja.

      2. Umang ini mempunyai sebuah lampu emas. Kemudian ia meninggalkan dusun itu dan pergi dengan istrinya ke gunung Buaten.

      3. Orang umang adalah juga ahli-ahli bangunan (arsitek) yang baik dan mampu membangun rumah-rumah dalam waktu singkat.

      4. Mereka adalah ahli sihir, yang dapat mengubah-ubah hari terang benderang menjadi gelap gulita.

      5. Mereka saling memerangi dan juga menculik orang.

      6. Salah seorang dari nenek moyang orang-orang Ginting telah menemukan pada perangkap (untuk menangkap bintang)

      7. Seorang putri dari raja umang yang telah jatuh dari langit dan yang dikawininya.

      8. Siapakah orang-orang ini yang telah diberi nama umang?

      9. Kita tidak tahu. Apakah mereka adalah Karo-sekali?

      10. Ataukah mereka lebih dahulu lagi adanya dari pada Karo-sekali?

      11. Atas pertanyaan ini kita juga tidak dapat memberikan jawabanya.

      12. Demikian juga sebuah palu dari tembaga yang kami temukan menunjuk kepada suatu peradaban

      13. Peradaban ini telah mampu mempergunakan atau membuat barang-barang yang demikian itu.

      14. Dalam cerita suku Ginting sering dikemukanan seekor kerbau besar, kerbo si langga lutu atau kerbo si nangga lutu.

      15. Disuatu tempat di gunung Sibuaten orang masih dapat menunjuk sela gunung, dimana kerbau itu turun untuk masuk kenegeri itu.

      16. Dalam suatu cerita diterangkan, bahwa putra raja Ajinembah ditemani oleh enam budak telah bertolak ke Raya (Simelungen).

      17. Raja disini adalah mamanya (paman dari pihak ibu), dia kawin dengan anak raja itu dan dengan demikian menjadi raja di Raya.

      18. Putera ini namanya raja Sore dan adalah seorang Ginting Munthe.

      19. Jadi dinegeri Suku Tarigan rajanya adalah seorang Ginting.

      20. Menurut ceritanya kerbau raksasa itu berubah menjadi batu di Raya.

      21. Didalam cerita lain, dimana ia dinamakan Raja Sori, maka dikatakan bahwa dia kembali ke Ajinembah

      22. Kemudian telah membangun sebuah rumah yang bagus diatas gunung Perjinahen (atau Osar).

      23. Karena pada pesta itu kekurangan kerbau, maka kerbau si langga lutu disembelih juga

      Sementara dipenuturan diatas tidak ada disebut sebut sebut tentang Si Karo sang panglima tesebut, dan artefak tersebut adalah peninggalan si Umang yang kita tidak tahu siapa sebenarnya si Umang itu, jadi yang saya minta yaitu artefak peninggalan (Bahasa Tapanulinya UGASAN) si Karo tersebut agar kta dapat mengakui bahwa suku Karo itu berasal dari india

    • Wah, itu bukan artefak peninggalan Si Karo sang Prajurit, tapi peninggalan Si Umang yang sampai sekarang kita kidak tahu itu siapa, jadi untuk menguatkan bahwa suku Karo berasal dari India, tentu yang di minta Peninggalan/Artefak si Karo tersebut, dan yang dituturkan pada http://chirpstory.com/li/210447 adalah artefak peninggalan si Umang, jadi tidak hanya cerita ke cerita

  31. Yang jelas baik itu Karo berasal dari Umang ataupun dari India, tapi jelas dalam hal ini Karo bukan keturunan Si Raja Batak yang turun di pusuk buhit 😀

  32. ia, benar itu, saya pun tidak memaksa mengatakan Karo itu keturunan si Raja Batak, tapi dari penuturan anda Karo berasal dari india, bagai mana anda memastikan bahwa Karo itu berasal dari india tanpa ada bukti peninggalan yang anda tujnjukkan, takkan ada yang ngakuin itu kalau hanya cerita doang, makaya kalau membuat suatu pencerahan itu haruslah pakai fakta dan logika, jangan asal cuap

    • Lebih jelasnya orang Karo itu berasal dari 8 penjuru mata angin yang telah dirakut (diikat) menjadi satu kesatuan, yaitu Suku Karo. Jadi dengan demikian orang Karo tidak dapat diklaim berasal dari Pusuk Buhit sepertihalnya yang ada pada terombo Si Raja Batak yang orang Batak bangga-banggakan itu…

  33. hahahahahahaha, anda putus asa nampaknya tidak dapat menunjukkan Bukti asal usul suku karo, trus anda bilang dari 8 penjuru mata angin, koq ngga sekalian aja anda bilang suku karo itu bersal dari surga, saya juga tidak pernah mengatakan suku karo itu bersal dari si raja batak, tapi keturunan si Raja Batak yang banyak menjadi suku Karo karena merantau ke Karo, kakalu kami jelas bangga dong dengan Tarombo kami tarombo Batak karena disertai dengan Bukti peninggalan, tapi anda ini anda ini hanya Omdo tanpa Bukti

    • Saya bukan putus asa, justru saya yang merasa geli membaca komentar anda yang sangat menggungkan tarombo Si Raja Batak yang ternyata hanyalah mitos belaka 😀

      • wah, apa ngga kebalik tuh, anda yang menagungkan bahwa karo itu berasal dari india, dan terakhir anda ngomong berasal dari 8 penjuru mata angin, saya lihat anda bangga sekali tentang hal itu, tapi anda tak dapat menyuguhkan bukti secuil pun, anak kecil pun akan tertawa membaca argumen anda ini, kalau saya ya jelas bangga dong dengan si Raja Batak kalau pun itu mungkin hanya Mitos tapi kami dapat mempercayainya karena ada bukti peninggalan, coba anda baca ini : http://sopopanisioan.blogspot.com/2012/06/pusuk-buhit.html : Gunung Pusuk Buhit terletak di Kabupaten Samosir, dipercayai memiliki nilai sakral bagi penduduk setempat. Gunung ini memiliki ketinggian berkisar 1.800 dpl dan merupakan bekas gunung vulkanis yang berada persis dekat Pangururan (ibukota Kabupaten Samosir). Umumnya orang Batak percaya jika Si Raja Batak diturunkan langsung di Gunung Pusuk Buhit dan kemudian membangun perkampungan pertama “Sianjur Mula-mula Sianjur Mula Tompa”.

        Letak perkampungan tersebut berada di garis lingkar Pusuk Buhit, di lembah Sagala dan Limbong Mulana. Terdapat dua jalan darat yang dapat kita lalui jika ingin mengelilingi gunung tersebut. Dari Tomok (arah timur) dan dari Tele.

        Jika kita memulai perjalanan dari Simpang Tiga Tano Ponggol (Siogung-ogung Kecamatan Pangururan) melalui Sagala akan keluar dari Simpang Limbong. Demikian sebaliknya. Apabila memulai perjalanan dari Simpang Limbong, akan keluar dari Simpang Tiga Tano Ponggol.

        Siang baru saja beranjak, ku telusuri jalan lingkar Gunung Pusuk Buhit seraya menikmati pemandangan kawasan lembah dengan warna hijau, bukit yang berdiri kokoh dengan latarbelakang Danau Toba yang menakjubkan. Perjalanan hari ini kuawali dari Simpang Tiga Tano Ponggol menuju ke Simpang Limbong, Sianjur Mula-mula.

        Sumur Tujuh Rasa

        Ketika memasuki daerah Limbong, Aku sisihkan waktu untuk singgah sebentar di Objek Wisata Aek Sipitu Dai (Sumur Tujuh Rasa) yang terletak di Desa Aek Sipitu Dai Kecamatan Sianjur Mula-mula. Sumur tersebut memiliki tujuh pancuran yang memiliki rasa berbeda-beda. Dan bila kita percaya akan air mancur tersebut, kita akan merasakan rasa asam, tawar, asin serta rasa lainnya dari setiap pancuran yang berbeda. Sungguh sebuah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan.

        Menurut legenda yang selama ini diyakini oleh masyarakat setempat, Aek Sipitu Dai memiliki sejarah yang berhubungan dengan Si Raja Batak. Di mana di sekitar kawasan tersebut didiami keturunan Si Raja Batak dari anaknya yang pertama, Guru Tatea Bulan (marga Limbong, Sagala dan marga lain) sehingga Aek Sipitu Dai dianggap sebagai milik keturunan Guru Tatea Bulan dan sangat dipercaya kesakralannya.

        Legenda tersebut mungkin benar adanya. Terlihat dari peninggalan sejarah yang ada di lokasi Aek Sipitu Dai. Seperti batu cucian dari batu alam dan batu yang berlubang-lubang untuk permainan congklak
        Menurut cerita, munculnya mata air tersebut berkat permintaan Langgat Limbong (turunan Limbong Mulana), yang juga anak ketiga dari Guru Tatea Bulan kepada Mula Jadi Nabolon (Sang Pencipta-red) yang dalam perjalanannya merasa haus dan menancapkan tongkat ke tanah. Lalu muncullah mata air dengan tujuh rasa. Karena itulah, kawasan ini disebut dengan Aek Sipitu Dai (air tujuh rasa).

        Air yang keluar dari dalam tanah ini berasal dari tujuh sumber air. Uniknya, air ini memiliki rasa yang berbeda-beda dan memiliki sebutan tersendiri. Mata air yang pertama disebut Aek Poso (air bayi) yang merupakan air khusus untuk anak bayi.

        Mata air kedua disebut Aek Ni Naho (wanita uzur/mandul) untuk kaum ibu yang sudah uzur yang tidak bisa lagi melahirkan ataupun wanita mandul. Sedangkan mata air yang ketiga, Aek Boru Na Gabe (wanita subur) adalah air untuk kaum ibu yang sedang mengandung ataupun wanita yang masih bisa melahirkan.

        Mata air keempat, Aek Sibaso (dukun beranak/tabib wanita). Adalah air untuk tabib yang biasa membantu proses persalinan. Mata air kelima, Aek Pangulu (laki-laki yang sudah tua), merupakan air untuk kaum laki-laki yang sudah uzur/tua.

        Dan mata air keenam, Aek Doli (pemuda) adalah air untuk laki-laki yang masih muda. Serta yang terakhir adalah adalah Aek Hela (menantu laki-laki), adalah air untuk laki-laki yang memperistri keturunan Guru Tatea Bulan.

        Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan air tersebut tidak lagi berdasarkan seperti legenda. Bagi masyarakat sekitar, Aek Sipitu Dai tersebut menjadi sumber kebutuhan air bersih tanpa membedakan dari pancuran/mata air keberapa yang akan dikonsumsi. Sehingga tidak mengherankan jika ada wisatawan yang berkunjung akan bertemu dengan masyarakat yang sedang menggunakan fasilitas Aek Sipitu Dai.

        Seperti umumnya beberapa objek wisata di daerah ini, keberadaan sumur tujuh rasa masih belum begitu diperhatikan oleh pemerintah. Lokasi ini butuh sentuhan dan penataan yang lebih baik, terutama masalah fasilitas. Padahal jika diamati, keberadaan Aek Sipitu Dai dapat menarik calon pengunjung untuk datang serta menikmati bagian dari legenda orang Batak.

        Batu Hobon, Batu yang Tak dapat Dipecahkan

        Puas menikmati air di Aek Sipitu Dai, perjalanan kulanjutkan menuju sebuah tempat sakral lain, yaitu Batu Hobon. Batu ini merupakan peninggalan Si Raja Batak dan konon merupakan lokasi penyimpanan harta Si Raja Batak.

        Berdasarkan sejarah, Batu Hobon letaknya persis di dekat SMPN Sianjur Mula-Mulai ini memiliki kekuatan magis. Batu ini tidak dapat dipecahkan. Tetapi jika dipukul, seperti ada ruang kosong di bawahnya. Menurut cerita dari masyarakat setempat, saat zaman penjajahan Belanda, batu ini pernah dipecahkan oleh para penjajah, namun tidak berhasil.

        Tidak jauh dari lokasi Batu Hobon, juga ada objek wisata lain yang bisa kita nikmati. Yakni mata air dan patung “Si Boru Pareme”. Namun sayangnya, peninggalan wisata sejarah ini kurang begitu terpelihara.

        Di seberang Batu Hobon, atau tepatnya di lereng Gunung Pusuk Buhit, terdapat Sopo (rumah) Guru Tatea Bulan, serta perkampungan Si Raja Batak. Bentuk rumahnya memiliki desain dengan ciri yang unik, khas rumah Batak. Bila kita hendak masuk ke dalam, kita diwajibkan untuk melepas alas kaki.

        Di sini, selain dapat melihat indahnya panorama alam sekitar, kita juga bisa melihat keberadaan patung-patung keturunan Si Raja Batak. Seperti Patung Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja serta patung Silau Raja. Bahkan patung penjaga rumah seperti naga, kuda dan gajah. Berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak, bahwa marga-marga yang ada sekarang ini adalah keturunan Si Raja Batak.

        Sopo Guru Tatea Bulan telah diresmikan oleh Pomparan (Keturunan) Guru Tatea Bulan pada tahun 1995 silam. Untuk bisa mengerti cerita dari patung Si Raja Batak ataupun keturunannya, kita dapat bertanya pada pemandu yang ada di sini. Dan dari lokasi Sopo tersebut kita dapat melihat dengan jelas Batu Hobon yang berada di perbukitan yang lebih rendah ataupun Kampung Sianjur Mula-Mula serta hamparan sawah yang luas.

        Sementara dari perbukitan yang lebih tinggi, terdapat perkampungan Si Raja Batak “Sigulanti”. Di perkampungan tersebut terdapat cagar budaya berupa miniatur Rumah Si Raja Batak. Rumah semi tradisional Batak. Rumah ini merupakan rumah panggung yang terbuat dari kayu dan tanpa paku yang dilengkapi atap dan tangga. Lokasi perkampungan tersebut kira-kira 500 meter dari jalan raya (Batu Hobon).

        Mengunjungi Kampung Pertama Raja Batak

        Selesai melihat-lihat perkampungan Si Raja Batak, ku lanjutkan perjalanan menuruni lereng Gunung Pusuk Buhit menuju Desa Sianjur Mula-Mula. Di sepanjang jalan, aku bisa melihat keindahan alam yang luar biasa. Hijaunya hamparan sawah serta bukit barisan dan birunya air Danau Toba membuatku semakin mengagumi ciptaan Sang Khalik dan bersyukur bisa tinggal di daerah masih asri, jauh dari kebisingan kota.

        Menurut legenda Si Raja Batak, desa ini merupakan perkampungan pertama yang ada di daerah ini. Di desa tersebut terdapat rumah khas Batak yang telah direnovasi lengkap dengan patung-patung yang menceritakan keseharian masyarakat Batak.

        Di belakang rumah adat Batak pertama tersebut, terdapat mata air Bittatar. Bittatar adalah sejenis pohon yang tumbuh di tanah Batak. Karena mata air tersebut tepat berada di bawah pohon sehingga mata air tersebut dinamakan Aek Bittatar.

        Sebelum memasuki area rumah Batak tersebut, tepat di sebelah kiri tumbuh pohon beringin yang umurnya sudah ratusan tahun. Anehnya, beringin ini tidak tumbuh secara normal. Tidak seperti pohon beringin lain yang biasanya menjulang tinggi, besar dan memiliki diameter batang yang besar.

        Meski umurnya sudah ratusan tahun, beringin ini tetap memiliki ukuran kecil. Tingginya hanya sekitar 2 meter. Menurut cerita dari para orang tua, pohon tersebut merupakan lambang “padan” (perjanjian) dari nenek moyang yang awalnya hanyalah sebuah “Andalu” (alu/antan). Nenek moyang Batak mengucapkan padan, jika alu yang ditanam tumbuh, Sang Pencipta mengizinkan marga Limbong dan marga Sagala untuk menikah. Alu tersebut tumbuh menjadi sebuah pohon hariara (beringin) dan sejak saat itulah marga Sagala dan marga Limbong bisa menikah antara satu dengan yang lain.

        Berendam Air Panas di Aek Rengat

        Dari Desa Sianjur Mula-Mula, perjalanan kulanjutkan menuju Aek Rangat. Di tengah perjalanan akan terlihat dengan jelas Pulau Tulas yang berada di antara bukit barisan dan Pulau Samosir. Sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni yang hanya ditumbuhi pohon dan semak belukar.

        Di sepanjang jalan ini aku ekstra hati-hati. Pasalnya, dari dareah Batu Hobon sampai ke Aek Rangat, sedang diadakan pelebaran jalan. Bebatuan masih teronggok di pinggir jalan.

        Terutama musim penghujan seperti sekarang, jalanan licin dan becek serta air menggenang di jalan yang berlubang.

        Aek Rangat berada di kaki Gunung Pusuk Buhit, Kelurahan Siogung-Ogung Kecamatan Pangururan. Di Aek Rangat ini kita dapat memanjakan diri dengan berendam air panas. Aek Rangat merupakan air belerang yang konon menurut cerita mampu menyembuhkan penyakit kulit seperti kudis, kurap. Sumber air panas ini juga mampu digunakan memasak telur tanpa bantuan api. Caranya hanya dengan mencelupkan ke dalam air belerang tersebut.

        Kolam ataupun pemandian air panas tersebut dikelola olah masyarakat setempat. Setelah mandi, kita harus makan ataupun minum di warung tempat kita mandi sebagai imbalannya. Namun Anda yang ingin berkunjung di sini harus berhati-hati, karena setiap pemilik warung menawarkan harga yang berbeda-beda.

  34. golak pandia says:

    cerita diatas sungguhsangat menarik untuk aya yang sangat buta tentang karo, karena saya besar di perantauan, kalau boleh dilanjutkan kisah selanjutnya tentang merga silima, bujur…

  35. golak pandia says:

    Jhonson Silalahi : saya sangat senang membaca cerita tentang raja batak, tolong dong ceritakan tentang asal usul orang batak karo, yang kata anda berasal dari raja batak, yang lengkap ya,,, terima kasih, horas,, mejuah juah,,,!!!

  36. Jhonson Silalahi says:

    Golak Pandia, saya juga tidak pernah mengatakan bahwa suku Karo berasal dari Suku Batak, ynag saya permasalahkan tentang bukti bahwa Suku Karo bersal dari india yag dibawa oleh yang bernama si Karo, jika tidak ada bukti atau artefak tentang itu akan sangat diragukan kebenarannya

Leave a reply to francxaverius keliat Cancel reply